Minggu, 28 Juli 2013

Gua Menyebutnya Kesadaran Membaca Situasi



Gua ini adalah satu dari sekian banyak orang tampan, yang memiliki tingkat kesadaran rendah dalam membaca situasi. Membaca situasi yang gua maksud disini adalah membaca keadaan yang sedang terjadi pada diri gua. Apakah mengancam diri sendiri, menguntungkan, ataupun mengkhianati diri sendiri, gua selalu telat dan telat menyadarinya. 

Seperti contoh, apabila gua terjebak dalam lift kepunyaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Lift rusak yang ketika udah sampe lantai tujuan, tapi pintu lift tak kunjung terbuka, maka tidak serta merta gua sadar kalo gua sedang terjebak di lift. Pikiran gua sering berorientasi janggal mengira kalo hal itu terjadi, pastilah gua sedang dikerjai suatu acara dari stasiun TV swasta ternama yang menyembunyikan kamera-kamera kecil tak terlihat guna menangkap ekspresi-ekspresi lugu tampan gua, berharap gua bakal shock. Lalu di ujung acara, mereka menertawakan gua sambil memberi sedikit uang ucapan terimakasih karena udah membiarkan gua dalam buliannya dan meneriakkan kata sakti pamungkasnya “KENA DEH !!!”. Sekmen ini yang paling gua tunggu.

Kurang Lebih ekspresi gua bakal seperti ini.
Masih dalam situasi terjebak lift, bahkan setelah para penjaga kampus berusaha menyelamatkan gua dengan membuka lift, maka mereka akan mendapati gua tengah tersenyum sumringah di dalem lift. Senyum yang bermakna “Yes, gua berhasil melewati sekmen dikerjain ini, mana kamera, mana duit gua, mana yang neriakin gua KENA DEH !!!” Bodoh memang.










Iya kawan, otak gua selalu berusaha menenangkan hati gua dengan pemikiran bodohnya yang memang gua akui, sejauh ini membuat gua lebih selow kalo ada apa-apa. Meski ya itu tadi, membuat kemampuan gua membaca situasi jadi berkurang. Seperti anak ayam yang tertinggal induknya, limbung, tak tahu arah, tak tahu marabahaya, banyak ditemukan mati mejret terlindas mobil yang lalu lalang. Kasihan

Banyak temen gua yang mengakui rendahnya tingkat kesadaran gua dalam membaca situasi ini. Tetapi mereka mengatakan hal ini dengan sebutan singkat saja, secara halus, namun dengan ekspresi seperti seorang janda yang memiliki gosip baru buat disebar keseluruh Rukun Tetangga. Nyiyir.
Mereka biasa  mengatakan sakit yang diidap kelenjar otak gua ini dengan sebutan ‘kurang peka’. Aih, Sekali lagi melalui teman-teman gua, kembali gua dapati absolute truth about me. Gua seperti tersadarkan.

Seperti yang kita tahu, semua cermin jenis apapun, berlensa apapun, cembung, cekung, rangkap, tidak akan pernah bisa membuat kita mengenali diri sendiri. Sebenarnya hal ini sudah lama dibicarakan dalam ilmu sains. Menurut ilmu fisika, cermin akan membuat terbatasnya informasi dari dua dimensi hanya sebesar luas cermin tersebut. Kita juga tidak akan pernah tahu bagaimana menilai diri sendiri, karena kecenderungan narsis memuji diri sendiri, dan sebagian lagi karena kita tak sanggup menerima kenyataan pahit kalo kita tak sebaik dan setampan yang kita kira.


Maka dari situ beruntunglah gua mempunyai teman-teman yang setiap kali secara responsoria, secara spontan, mereka selalu membuka tabir absolute truth about me. Untuk kali ini gua mendapatkan satu lagi kekurangan gua ‘kurang peka’ kata mereka. Aih lembut betul kata itu. Biasanya kata-kata kekurangan yang gua terima adalah kurang tajir, kurang gemuk, kurang tinggi, dan kurang asupan gizi. Tapi kali ini gua dapati diri gua dengan satu kekurangan lagi ‘kurang peka’ aih, gua selalu suka dengernya.

Lanjutnya, temen-temen gua ini bersabda bahwasanya ke kurang peka-an gua selama inilah menjadi alasan mutlak kenapa sampe sekarang gua mendapati diri gua masih saja sendiri melewati malam minggu ataupun malam-malam dengan tanggal bagus lainnya. Mereka meyakini kelemahan gua kali inilah alasan gua masih berstatus bujang lapuk. Kurang peka.

Gua sendiri sampe sekarang masih belum tau dimana korelasi antara kurang peka sama kehebatan membaca rumusan kode-kode dari wanita. Hingga akhirnya beberapa kali surfing di internet telah membukakan mata gua. Banyak artikel yang mengatakan “Wanita bukan soal apa yang ia katakan, tapi soal apa yang ia lakukan”. Itu artinya, wanita bukan soal apa yg terlontar dari mulutnya, tapi bagaimana gerak-gerik gesture tubuhnya. Disinilah kelemahan gua, sangat sulit membaca gesture bahasa tubuh kawan.

Jadi ketika gua sedang mendekati seorang wanita, dan sudah jelas dari gerakan badannya doi tidak berkenan, jangan harap gua langsung paham. Gua bakal terus mencoba deketin, sampe gesture kode dari tubuhnya berubah menjadi gesture menyelamatkan diri, dengan memberikan gua sekali tamparan penyadar kembali ke bujang lapukan. Sadarlah gua, dan kembali pada kehidupan yang durja itu.

Begitu juga ketika seorang wanita yang dengan gesture kodenya berharap sinyal-sinyal lampu hijau yang di orbitkan darinya tertangkap oleh gua. Astaga, indah bukan buatan. Seperti misalnya dia mencoba, hmm.. dia jadi, hmm.. gimana ya, hmm. Okelah bagian ini gua skip, karena udah lama juga gua ga ngerasain kode dari cewe yang berarti “iya lo ganteng, gua mau kenal lo lebih lagi.” Kampret. Nah kawan, gua juga ga mau terlalu jauh membicarakan hal diatas. Karena emang bukan hal ini yang mau gua tulis dalam tulisan kali ini. Aih kawan, jangan pengen tahu gitu, biar bagaimana lo semua tetep sobat gua.

Pada akhirnya kelemahan gua dalam membaca situasi jugalah yang membawa gua pada petualangan-petualangan unik sekaligus mendebarkan yang pernah gua alami. Pengalaman inilah yang menurut gua wewenang ilahi sang pencipta untuk mendewasakan pemikiran-pemikiran gua. Dan justru, kekurang-pekaan gua inilah yang menuntun gua bertemu mereka sahabat-sahabat gua ini.

Seperti pengalaman ketika gua terjebak dalam gerbong terakhir kereta api mataremaja. Aih kawan, jadi begini ceritanya. Mataremaja itu sendiri adalah kereta sakti terbuat dari besi tua jurusan Malang-Jakarta. Kereta ini memang sudah tidak pantas lagi memikul berat dan perjalanan yang sejauh itu, melihat kondisi fisiknya yang memprihatinkan. Jika di deskripsikan seperti kaleng disusun panjang, diberi roda, dan diletakkan pada rel kereta. Miris. Tetapi dibalik semua itu, Matarmaja memang memiliki tugas mulia mengangkut gua dan para mahasiswa kere lainnya menuju tempat perantauan untuk menimba ilmu. Kereta tua ini melintas tidak hanya melewati batasan geografis, tetapi juga melewati batasan suku, bahasa, dan budaya. Sakti.



Pengalaman gua dalam Matarmaja waktu itu adalah kedapatan bersama gembong bonek berandalan tak memegang tiket lantaran kurang peka gua itu tadi. Dengan lugunya gua titipkan tiket kereta gua ketemen gua di gerbong 3 kereta, sementara gua bermain ke gerbong terakhir kereta. Memang apes tak ada yang tahu kapan datangnya, ternyata gerbong terakhir itu berisikan suporter bola berandalan yang mengatas namakan diri mereka BONEK yang dengan menumpang gerbong terakhir mataremaja tanpa membeli tiket.

Jadilah gua kebingungan saat gerbong terakhir kereta di grebek polisi kereta yang menanyakan tiket kita dengan sangat tidak terpuji. Belum lagi gerakan tubuh tidak perlunya, yang didapat dari latihan sehari-hari, sebagian lagi karena perasaan dendam di pukuli orang tuanya ketika kecil mungkin. Jadilah kami para berandal tak bertiket makanan empuk mereka untuk menguji kekuatan kaki, tangan ataupun bahan balas dendamnya. Tidak ragu para polisi kereta ini mengayunkan tinju terbaiknya ke arah penyamun tak bertiket itu, termasuk gua yang dihadiahi sekali tendangan canon menggelegar kearah paha kiri gua. Beruntung gua memiliki kekuatan kaki yang didapat dari latihan futsal tiap minggu, dan selalu jalan kaki ke kampus, membuat gua tetap terjaga. Tak bergeming.

Sekali lagi keberuntungan gua, sebelum sempat digiring polisi tak beradab itu kedalam pos polisi, dimana mereka menggiring kami dengan menyuruh kami jongkok dengan tangan diatas kepala, sambil menendangi pantat kami layaknya menggiring ayam kampung ke kandang, temen gua secara heroik menyelamatkan gua. Aryo namanya. Pemuda santun bertampang pas-pasan ini langsung membawa tiket gua dan menjelaskan pada polisi penggiring ayam itu, kalo gua adalah salah satu temannya dan menunjukkan tiket gua. Gua selamat.
Nasib Gua jika tidak diselamatkan Aryo.

Yang menarik dari kejadian ini adalah gua mengenal beberapa teman baru yang bersamanya gua terjebak dalam gerbong, namun tidak seperti gua, dia membawa tiketnya dan dengan tiket itu menyelamatkan dirinya sendiri, membiarkan gua dalam gelapnya grebekan polisi kereta. Ipang namanya. Dari sini gua kembali belajar lagi, bahwa sifat asli seseorang akan keluar ketika benar-benar dalam keadaan terjepit. Dan mengharap kesetiakawanan pada Ipang saat itu ? layaknya mengharapkan seorang Sains percaya pada keberadaan mitos. Tidak mungkin.

Satu lagi orang unik yang gua jumpai di kereta waktu itu adalah Wildan. Pria buruk rupa satu ini paling angkuh dari semuanya, bahkan ikut kita kaum pria ke gerbong terakhir untuk mencari tempat yang lebih lega saja dia ga mau. Dia tetap kokoh di gerbong tiga, manja, duduk sok imut bareng temen-temen wanita yang menjauhinya. Kampret memang itu orang.

Tapi kawan, seiring berjalannya waktu gua justru semakin dekat sama mereka. Setiap jumpa dengan mereka dikampus Ipang, Wildan, kita selalu tertawa terkekeh-kekeh mengingat kejadian konyol di kereta itu. Tuhan memang punya cara lain mendekatkan gua dengan mereka. Merekapun mengenalkan gua dengan teman yang lain seperti Yulia, Bela, Puspa, Hendi, Iksan, Riki dan Ikbal padang. Siapa mereka ? Aih kawan, kalian memang selalu ingin tahu. Baiklah, gua kasih tau. Tapi janji ini cuman rahasia kita ya. :')

Mulai dari Yulia ibu dari anak-anak. Wanita dengan tampilan minimalis dan elegan ini sudah langsung terlihat dari model berpakaian, model berbicara, sampai model hidungnya yang juga minimalis. Semua keadaan minimalis pada dirinya membuat kita merasa welcome, belum lagi aura ke-ibuan yang memuncrat dari dirinya, semua perpaduan itu menciptakan suatu kedaan, nyaman. 
Bella adalah gadis yang dengan tubuh kecilnya mampu menanggung beban hidup yang begitu berat. Terutama masalah cinta. Dia selalu tampil ceria tersenyum dihiasi hidung minimalisnya juga. Tempat terbaik buat bercerita. :)
Puspa lain lagi, dialah gadis asli keturunan betawi yang doyan makan jengkol. Kata dia, belum sah jadi orang betawi kalo ga doyan jengkol. Engga habis pikir gua gimana aura kamar mandinya ketika habis makan jengkol, terus nyemil singkong, thats awesome.
Lanjut ke Hendi adalah salah satu pesakitan dalam cinta, ibarat Cu Pat Kai, dia sudah banyak menikmati asam garam cinta, namun belum menemukan Happy Ending. Kabar terakhir yang beredar, sekarang dirinya tengah terjebak dalam cinta di suatu persahabatan. :')
Iksan adalah sobat gua yang paling penuh dengan perhitungan. Jangan pernah ajak dia futsal kalo lo ga bawa uang lebih. Meski begitu dia sobat gua. :")
Terakhir Riki dan Ikbal adalah dua kompatriot yang selalu bersama. Mereka selalu melakukan kejahatan dan menindas kaum lain berdua bersama. Riki pemuda asli jember yang kaku berpadu dengan Ikbal pemuda padang licik nan misterius. Duet mereka sangat disegani di fakultasnya. Gua mengagumi mereka. Whehehe

Bersama merekalah gua sering menghabiskan malam kelabu. Menertawakan hal-hal tidak terduga yang gua menyebutnya joke from telepathy. Mungkin orang tidak akan paham maksudnya, tetapi kami bisa tertawa terbahak-bahak membicarakannya. Kesatuan frame dan otak yang kosong sangat berpengaruh dalam hal ini.

Selebihnya gua selalu bahagia bersama mereka. Komedi dangkal, kelucuan secara spontan, dan perasaan bahagia ketika mengatakan hal-hal aneh untuk menyebutkan nama lain dari bentuk wajah Wildan selalu membuat kami lebih bahagia. Apalagi sambil menikmati ekspresi dari wajah Wildan yang tertindas, aih indah tak terperi bukan buatan. Hehehehe

Lebih dari itu sesungguhnya kita adalah orang-orang yang berbahagia, sebab bisa bergembira dari hal-hal yang sederhana. Finally, gua sadar ketidak pekaaan gua jugalah yang menuntun gua kepada sobat-sobat gua ini. Mereka yang selalu menjadi bulan penerang penuntun gua terlepas dari ketidakpekaan gua. That’s friends are for.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar