Gua ini adalah satu dari sekian
banyak orang tampan, yang memiliki tingkat kesadaran rendah dalam membaca
situasi. Membaca situasi yang gua maksud disini adalah membaca keadaan yang
sedang terjadi pada diri gua. Apakah mengancam diri sendiri, menguntungkan, ataupun
mengkhianati diri sendiri, gua selalu telat dan telat menyadarinya.
Seperti
contoh, apabila gua terjebak dalam lift kepunyaan Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya. Lift rusak yang ketika udah sampe lantai tujuan, tapi
pintu lift tak kunjung terbuka, maka tidak serta merta gua sadar kalo gua
sedang terjebak di lift. Pikiran gua sering berorientasi janggal mengira kalo
hal itu terjadi, pastilah gua sedang dikerjai suatu acara dari stasiun TV
swasta ternama yang menyembunyikan kamera-kamera kecil tak terlihat guna
menangkap ekspresi-ekspresi lugu tampan gua, berharap gua bakal shock. Lalu di
ujung acara, mereka menertawakan gua sambil memberi sedikit uang ucapan
terimakasih karena udah membiarkan gua dalam buliannya dan meneriakkan kata
sakti pamungkasnya “KENA DEH !!!”. Sekmen ini yang paling gua tunggu.
Kurang Lebih ekspresi gua bakal seperti ini. |
Masih dalam situasi terjebak
lift, bahkan setelah para penjaga kampus berusaha menyelamatkan gua dengan
membuka lift, maka mereka akan mendapati gua tengah tersenyum sumringah di
dalem lift. Senyum yang bermakna “Yes, gua berhasil melewati sekmen dikerjain
ini, mana kamera, mana duit gua, mana yang neriakin gua KENA DEH !!!” Bodoh
memang.
Iya kawan, otak gua selalu
berusaha menenangkan hati gua dengan pemikiran bodohnya yang memang gua akui,
sejauh ini membuat gua lebih selow
kalo ada apa-apa. Meski ya itu tadi, membuat kemampuan gua membaca situasi jadi
berkurang. Seperti anak ayam yang tertinggal induknya, limbung, tak tahu arah,
tak tahu marabahaya, banyak ditemukan mati mejret
terlindas mobil yang lalu lalang. Kasihan
Banyak temen gua yang mengakui
rendahnya tingkat kesadaran gua dalam membaca situasi ini. Tetapi mereka
mengatakan hal ini dengan sebutan singkat saja, secara halus, namun dengan
ekspresi seperti seorang janda yang memiliki gosip baru buat disebar keseluruh
Rukun Tetangga. Nyiyir.
Mereka biasa mengatakan sakit yang diidap kelenjar otak
gua ini dengan sebutan ‘kurang peka’. Aih, Sekali lagi melalui teman-teman gua,
kembali gua dapati absolute truth about
me. Gua seperti tersadarkan.
Seperti yang kita tahu, semua
cermin jenis apapun, berlensa apapun, cembung, cekung, rangkap, tidak akan
pernah bisa membuat kita mengenali diri sendiri. Sebenarnya hal ini sudah lama
dibicarakan dalam ilmu sains. Menurut ilmu fisika, cermin akan membuat
terbatasnya informasi dari dua dimensi hanya sebesar luas cermin tersebut. Kita
juga tidak akan pernah tahu bagaimana menilai diri sendiri, karena
kecenderungan narsis memuji diri sendiri, dan sebagian lagi karena kita tak
sanggup menerima kenyataan pahit kalo kita tak sebaik dan setampan yang kita
kira.
Maka dari situ beruntunglah gua
mempunyai teman-teman yang setiap kali secara responsoria, secara spontan,
mereka selalu membuka tabir absolute
truth about me. Untuk kali ini gua mendapatkan satu lagi kekurangan gua
‘kurang peka’ kata mereka. Aih lembut betul kata itu. Biasanya kata-kata
kekurangan yang gua terima adalah kurang tajir, kurang gemuk, kurang tinggi,
dan kurang asupan gizi. Tapi kali ini gua dapati diri gua dengan satu
kekurangan lagi ‘kurang peka’ aih, gua selalu suka dengernya.
Lanjutnya, temen-temen gua ini
bersabda bahwasanya ke kurang peka-an gua selama inilah menjadi alasan mutlak
kenapa sampe sekarang gua mendapati diri gua masih saja sendiri melewati malam
minggu ataupun malam-malam dengan tanggal bagus lainnya. Mereka meyakini
kelemahan gua kali inilah alasan gua masih berstatus bujang lapuk. Kurang peka.
Gua sendiri sampe sekarang masih
belum tau dimana korelasi antara kurang peka sama kehebatan membaca rumusan
kode-kode dari wanita. Hingga akhirnya beberapa kali surfing di internet telah
membukakan mata gua. Banyak artikel yang mengatakan “Wanita bukan soal apa yang
ia katakan, tapi soal apa yang ia lakukan”. Itu artinya, wanita bukan soal apa
yg terlontar dari mulutnya, tapi bagaimana gerak-gerik gesture tubuhnya.
Disinilah kelemahan gua, sangat sulit membaca gesture bahasa tubuh kawan.
Jadi ketika gua sedang mendekati
seorang wanita, dan sudah jelas dari gerakan badannya doi tidak berkenan,
jangan harap gua langsung paham. Gua bakal terus mencoba deketin, sampe gesture
kode dari tubuhnya berubah menjadi gesture menyelamatkan diri, dengan
memberikan gua sekali tamparan penyadar
kembali ke bujang lapukan. Sadarlah gua, dan kembali pada kehidupan yang
durja itu.
Begitu juga ketika seorang wanita
yang dengan gesture kodenya berharap sinyal-sinyal lampu hijau yang di orbitkan
darinya tertangkap oleh gua. Astaga, indah bukan buatan. Seperti misalnya dia
mencoba, hmm.. dia jadi, hmm.. gimana ya, hmm. Okelah bagian ini gua skip,
karena udah lama juga gua ga ngerasain kode dari cewe yang berarti “iya lo
ganteng, gua mau kenal lo lebih lagi.” Kampret. Nah kawan, gua juga ga mau
terlalu jauh membicarakan hal diatas. Karena emang bukan hal ini yang mau gua
tulis dalam tulisan kali ini. Aih kawan, jangan pengen tahu gitu, biar
bagaimana lo semua tetep sobat gua.
Pada akhirnya kelemahan gua dalam
membaca situasi jugalah yang membawa gua pada petualangan-petualangan unik
sekaligus mendebarkan yang pernah gua alami. Pengalaman inilah yang menurut gua
wewenang ilahi sang pencipta untuk mendewasakan pemikiran-pemikiran gua. Dan
justru, kekurang-pekaan gua inilah yang menuntun gua bertemu mereka
sahabat-sahabat gua ini.
Seperti pengalaman ketika gua
terjebak dalam gerbong terakhir kereta api mataremaja. Aih kawan, jadi begini
ceritanya. Mataremaja itu sendiri adalah kereta sakti terbuat dari besi tua
jurusan Malang-Jakarta. Kereta ini memang sudah tidak pantas lagi memikul berat
dan perjalanan yang sejauh itu, melihat kondisi fisiknya yang memprihatinkan.
Jika di deskripsikan seperti kaleng disusun panjang, diberi roda, dan
diletakkan pada rel kereta. Miris. Tetapi dibalik semua itu, Matarmaja memang
memiliki tugas mulia mengangkut gua dan para mahasiswa kere lainnya menuju
tempat perantauan untuk menimba ilmu. Kereta tua ini melintas tidak hanya
melewati batasan geografis, tetapi juga melewati batasan suku, bahasa, dan
budaya. Sakti.
Pengalaman gua dalam Matarmaja
waktu itu adalah kedapatan bersama gembong bonek berandalan tak memegang tiket
lantaran kurang peka gua itu tadi. Dengan lugunya gua titipkan tiket kereta gua
ketemen gua di gerbong 3 kereta, sementara gua bermain ke gerbong terakhir
kereta. Memang apes tak ada yang tahu kapan datangnya, ternyata gerbong
terakhir itu berisikan suporter bola berandalan yang mengatas namakan diri
mereka BONEK yang dengan menumpang gerbong terakhir mataremaja tanpa membeli
tiket.
Jadilah gua kebingungan saat
gerbong terakhir kereta di grebek polisi kereta yang menanyakan tiket kita
dengan sangat tidak terpuji. Belum lagi gerakan tubuh tidak perlunya, yang
didapat dari latihan sehari-hari, sebagian lagi karena perasaan dendam di pukuli
orang tuanya ketika kecil mungkin. Jadilah kami para berandal tak bertiket
makanan empuk mereka untuk menguji kekuatan kaki, tangan ataupun bahan balas
dendamnya. Tidak ragu para polisi kereta ini mengayunkan tinju terbaiknya ke
arah penyamun tak bertiket itu, termasuk gua yang dihadiahi sekali tendangan
canon menggelegar kearah paha kiri gua. Beruntung gua memiliki kekuatan kaki
yang didapat dari latihan futsal tiap minggu, dan selalu jalan kaki ke kampus,
membuat gua tetap terjaga. Tak bergeming.
Sekali lagi keberuntungan gua,
sebelum sempat digiring polisi tak beradab itu kedalam pos polisi, dimana
mereka menggiring kami dengan menyuruh kami jongkok dengan tangan diatas
kepala, sambil menendangi pantat kami layaknya menggiring ayam kampung ke
kandang, temen gua secara heroik menyelamatkan gua. Aryo namanya. Pemuda santun
bertampang pas-pasan ini langsung membawa tiket gua dan menjelaskan pada polisi
penggiring ayam itu, kalo gua adalah salah satu temannya dan menunjukkan tiket
gua. Gua selamat.
Nasib Gua jika tidak diselamatkan Aryo. |
Yang menarik dari kejadian ini
adalah gua mengenal beberapa teman baru yang bersamanya gua terjebak dalam
gerbong, namun tidak seperti gua, dia membawa tiketnya dan dengan tiket itu
menyelamatkan dirinya sendiri, membiarkan gua dalam gelapnya grebekan polisi kereta. Ipang namanya.
Dari sini gua kembali belajar lagi, bahwa sifat asli seseorang akan keluar
ketika benar-benar dalam keadaan terjepit. Dan mengharap kesetiakawanan pada
Ipang saat itu ? layaknya mengharapkan seorang Sains percaya pada keberadaan mitos.
Tidak mungkin.
Satu lagi orang unik yang gua
jumpai di kereta waktu itu adalah Wildan. Pria buruk rupa satu ini paling
angkuh dari semuanya, bahkan ikut kita kaum pria ke gerbong terakhir untuk
mencari tempat yang lebih lega saja dia ga mau. Dia tetap kokoh di gerbong
tiga, manja, duduk sok imut bareng temen-temen wanita yang menjauhinya. Kampret
memang itu orang.
Tapi kawan, seiring berjalannya
waktu gua justru semakin dekat sama mereka. Setiap jumpa dengan mereka dikampus
Ipang, Wildan, kita selalu tertawa terkekeh-kekeh mengingat kejadian konyol di
kereta itu. Tuhan memang punya cara lain mendekatkan gua dengan mereka. Merekapun
mengenalkan gua dengan teman yang lain seperti Yulia, Bela, Puspa, Hendi, Iksan, Riki dan
Ikbal padang. Siapa mereka ? Aih kawan, kalian memang selalu ingin tahu. Baiklah, gua kasih tau. Tapi janji ini cuman rahasia kita ya. :')
Mulai dari Yulia ibu dari anak-anak. Wanita dengan tampilan minimalis dan elegan ini sudah langsung terlihat dari model berpakaian, model berbicara, sampai model hidungnya yang juga minimalis. Semua keadaan minimalis pada dirinya membuat kita merasa welcome, belum lagi aura ke-ibuan yang memuncrat dari dirinya, semua perpaduan itu menciptakan suatu kedaan, nyaman.
Bella adalah gadis yang dengan tubuh kecilnya mampu menanggung beban hidup yang begitu berat. Terutama masalah cinta. Dia selalu tampil ceria tersenyum dihiasi hidung minimalisnya juga. Tempat terbaik buat bercerita. :)
Puspa lain lagi, dialah gadis asli keturunan betawi yang doyan makan jengkol. Kata dia, belum sah jadi orang betawi kalo ga doyan jengkol. Engga habis pikir gua gimana aura kamar mandinya ketika habis makan jengkol, terus nyemil singkong, thats awesome.
Lanjut ke Hendi adalah salah satu pesakitan dalam cinta, ibarat Cu Pat Kai, dia sudah banyak menikmati asam garam cinta, namun belum menemukan Happy Ending. Kabar terakhir yang beredar, sekarang dirinya tengah terjebak dalam cinta di suatu persahabatan. :')
Iksan adalah sobat gua yang paling penuh dengan perhitungan. Jangan pernah ajak dia futsal kalo lo ga bawa uang lebih. Meski begitu dia sobat gua. :")
Terakhir Riki dan Ikbal adalah dua kompatriot yang selalu bersama. Mereka selalu melakukan kejahatan dan menindas kaum lain berdua bersama. Riki pemuda asli jember yang kaku berpadu dengan Ikbal pemuda padang licik nan misterius. Duet mereka sangat disegani di fakultasnya. Gua mengagumi mereka. Whehehe
Bersama merekalah gua sering menghabiskan malam
kelabu. Menertawakan hal-hal tidak terduga yang gua menyebutnya joke from telepathy. Mungkin orang tidak
akan paham maksudnya, tetapi kami bisa tertawa terbahak-bahak membicarakannya.
Kesatuan frame dan otak yang kosong sangat berpengaruh dalam hal ini.
Selebihnya gua selalu bahagia
bersama mereka. Komedi dangkal, kelucuan secara spontan, dan perasaan bahagia
ketika mengatakan hal-hal aneh untuk menyebutkan nama lain dari bentuk wajah
Wildan selalu membuat kami lebih bahagia. Apalagi sambil menikmati ekspresi
dari wajah Wildan yang tertindas, aih indah tak terperi bukan buatan. Hehehehe
Lebih dari itu sesungguhnya kita
adalah orang-orang yang berbahagia, sebab bisa bergembira dari hal-hal yang
sederhana. Finally, gua sadar ketidak pekaaan gua jugalah yang menuntun gua
kepada sobat-sobat gua ini. Mereka yang selalu menjadi bulan penerang penuntun
gua terlepas dari ketidakpekaan gua. That’s friends are for.